Sunday, July 31, 2011

judul

isi

Tuesday, July 26, 2011

BUDIDAYA KAMBING HITAM DI INDONESI


BUDIDAYA  KAMBING  HITAM  DI  INDONESIA
Drs.Nachrowi, M.PdI. (Anggota  Dewan  Kesenian Jombang)




            Tsunami di Jepang pada Maret 2011 menyisakan beberapa masalah besar. Selain masalah ekonomi, kemanusiaan serta masalah teknologi nuklir. Reaktor nuklir di Fukushima menjadi masalah dunia. Mengingat tenaga nuklir yang meledak menyisakan atau mewariskan masalah radiasi. Hancurnya negara Jepang serta takluk pada koalisi dunia disebabkan ledakan bom di Hirosima dan Nagasaki.
            Nuklir membawa petaka bagi korban dan sekitarnya baik dari segi material maupun segi non material. Tapi bom yang lelah meledak di negara Jepang tahun 1945 membawa manfaat yang luar biasa terhadap negara kita. Pandai memanfaatkan situasi dan kondisi yang brilyan bagi tokoh pada masa itu. Dan perlu mendapat ajungan jempol yang tinggi bagi tokoh yang mampu memanfaatkan situasi tersebut. Sehingga negara kita lepas dari cengkraman Bangsa Jepang  yang lebih kejam dan membawa kesengsaan yang luar biasa.
Bencana,musibah tidak dapat dihindari oleh negara manapun di dunia ini. Bencana yang datang harus dihadapi bukannya diratapi,ditakuti dan dimaki-maki . Dalam semua ajaran agama apapun hidup di dunia pastilah mendapat cobaan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Maka bagaimana kita mampu menghadapai masalah tersebut. Bagaimana kita mampu menemukan solusi yang baik dan bisa keluar dari masalah.
Jepang negara yang mampu menghadapai bencana bukannya menghindari. Terbukti belasan tahun tsunami sebelumnu sudah diprediksi dan dipersiapkan. Bahkan anak-anak sekolah dasar juga diberikan simulasi menghadapi bencana. Spertinya bencana gempa di Jepang adalah diangggap bagian dari hidup. Bukannya ditakuti atau bahkan dihindari tetapi dihadapi bagaikan saudara yang mau menghampiri.
Lain negara Jepang  lain pula budayanya, selain mengaku sebagai  saudara tua di kawasan Timur. Negara Jepang memang patut dicontoh dalam berbagai hal salah satu  budayanya yang terkenal kaum samurai dan ninja. Nampaknya budaya tersebut dibudidayakan di negara kita. Sebagai salah satu praktek lapangan menjadi preman di jalanan . Bahkan yang lebih profesional lagi para ninja jalanan menyiapkan  jasanya untuk tarung di jalan dalam menghadapii pendemo yang anti. Dengan menghunus senjata tajam bagaikan ninja atau bahkan bagaikan samurai yang siap mati demi  membela yang membayar.
Mengapa kita tidak mencontoh kesiapan negara Jepang dalam menghadapi pertarungan ekonomi dunia yang global. Dan menghadapi masalah bencana alam, negera Jepang siap dan rela menghadapi bencana tersebut bahkan jauh–jauh tahun sebelumnya telah mempersiapkan diri.
Budaya di negara Jepang dalam menghadapi masalah sepertinya tidak mengenal kambing hitam. Atau bahkan negera itu melarang penduduknya untuk memelihara kambing hitam. Atau pejabat negara Jepang membasmi yang namanya kambing hitam bahkan memerangi peternak kambing hiam. Sehingga peternakan kambing hitam tidak berkembang bahkan tidak ada penduduk yang berminat memelihara. Karena nampaknya kambing hitam di negara Jepang tidak dikenal atau populer.
Selain itu para pejabat di Jepang tidak ada yang berminat memelihara kambing hitam dan membudidayakan sebagaimana di negara Indonesia. Kambing hitam sangat populer bahkan menjadi komodite pemberitaan di mana-mana. Bahkan setiap kegiatan atau apapun harus ada kambing hitam . Bahkan kalau tidak ada kambing hitam maka dicarikan kambing hitam agar suasana tambah ramai dan ruwet. Sehingga masalah berkembang kemana-mana memasuki ranah budaya, politik, pemerintahan dan masalah keagamaan. Sehingga akar masalah tidak terselesaikan  sebagaimana yang dkehendaki. Bahkan masalah baru yang tidak terkirakan muncul dan menambah suasana bertambah membingungkan masayarakat.
Kambing hitam selalu dipelihara dalam ranah apapun, PSSI kambing hitam sejak di Bali sudah menyisakan masalah besar. Menentukan bakal calon ketum dan waketum saja sudah tidak mampu dan harus terkontaminasi kambing hitam.  Sehingga  terjadilah gugatan pada ranah komite banding. Pemerintah yang mencoba turun tangan melalui mempora juga dikambing hitamkan . Menteri Olah raga di demo dan digugat karena dianggap intervensi PSSI. Maka sebenarnya mana sih yang bukan kambing hitam? Pemilihan Bupati, Gubernur, ujian Nasional dan ujian PNS dan lain-lain pun dihinggapi kambing hitam. Ujung-ujungnya di belakang menyisakan masalah dan disitulah kambing hitam akan muncul.
Tsunami di Aceh juga menyisakan masalah, banyak sekali orang yang tidak terima ini tidak terima itu. Bahkan ada yang demo ketidakpuasan atas pengelolaan sumbangan dari pemerintah.Bahkan masalah terus bertambah bukannya menyelesaiakan masalah malah membuat masalah baru yang menambah ruwetnya suasana pemecahan  masalah.Kembali lagi ada pliharaan kambing hitam. Bahkan yang lebih miris lagi adalah masyarakat meminta-minta di jalanan dengan alasan kekurangan makanan dan perbekalan. Seolah mengemis dan mengais rejeki dari belas kasih orang dihalalkan. Bukannya hal itu menjadi tabu seolah dilegalkan dan lainya seolah-olah menutup mata.
Bencana di Situbondo, letusan gunung Merapi,lahar dingin yang menyapu sungai-sungai dikawasan magelang. Membuat warganya menyingkir bahkan pindah rumah karena rumahnya di bantaran sungai yang terancam ambles dan tersapu bandang lahar.Sampai kini juga belum menemukan solusi yang tepat. Tidak jarang warga selalu menyalahkan pejabat pemerintah yang kurang ini bahkan kurang itu.
Tidak halnya dengan Jepang belum ada media yang memberitakan penduduknya mengemis karena kekurangan perbekalan. Bahkan terkesan gelandangan di jalan sepertinya tidak ada atau bahkan solusinya sudah ada. Sehingga wabah kambing hitam saling membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain tidak ada. Hal seperti ini adalah cerminan adab dan tingginya budaya negara maju. Bukankah sekarang negerinya sedang dilanda bencana tsunami dan radiasi nuklir nampaknya penduduknya siap menghadapi bukannya meratapi. Bencana Jepang di Kobe tahun 1995 dan bencana tahun ini dianggap sebagai resiko dari kemajuan teknologi. Dan bencana sudah menjadi hal yang biasa di negeri Sakura dan tidak resah, tidak ada yang mendemo pejabat pemerintahannya.
Sepertinya tertata rapi, tidak ada keributan semua berjalan alami dan tetap disiplin tertib.Tidak seperti  di negeri kita saling berebut tenda, berebut selimut, makanan dan apa saja yang bisa diributkan. Butuh berapa bulan bahkan berapa tahun infrastruktur masyarakat kembali normal? Di Jepang jalan yang tadinya rudak parah dalam hitungan pekan semua baik kembali dan mulus?
Jangankan ada bencana alam pembagian zakat saja ramai dan ribut seantero nasional. Pembagian daging korban juga demikian sudah antri sebelum subuh dan ribut hingga jatuh korban pinsang. Pembelian tiket sepak bola ada yang berhari-hari menggelandang di Stadion Senayan hanya ingin membeli dan menjadi simpatisan secara langsung Timnas kesayangannya.Semua kok serba sulit sih di negeri kesayangan tercinta. Selama bisa dibuat mudah kenapa harus dipersulit. Kalau hal tersebut terjadi tentu kita harus ingat, Tuhan tidak akan mempersulit Umat kecuali umat itu sendiri.
Seandainya boleh kita berandai-andai terjadi di negeri kita pastilah wabah kambing hitam sudah memenuhi media masa baik media cetak maupun media televisi. Betapa pusingnya kita yang setiap hari disuguhi tontonan kambing hitam. Penduduk saling menyalahkan pemerintah serta pemerintah juga menyalahkan  lainnya. Sehingga rantai membuat kambing hitam akan terlahir lagi.Yang lebih ruyam penduduk mencurigai pemerintah penyalur bantuan. Serta penduduk satu dengan yang lain tidak ada rasa kepercayaan semua di hantuai rasa curiga . Dan lebih parah lagi penyalur bantuan bermain curang dan tidak amanah.
Lapindo di Porong Jawa Timur selama dapat dibuat mudah kenapa dibuat susah? Kenapa masih saja ada yang mendemo pemerintah dan pejabat pembayar ganti rugi. Ini menunjukkan kerja belum selesai karena menyisakan pembayaran ganti rugi yang hingga kiti belum terbayarkan bagi yang belum. Sudah berapa tahun bencana ini terjadi? Fatktor alam atau karena kesalahan teknologi manusia?
Di gedung Dewan terhormat nampaknya kambing hitam juga menjadi sebagaina peliharaan. Saling menyalahkan ini menyalahkan itu menjadi hal yang biasa. Sehingga misi dan visi anggota Dewan yang terhormat terkengkelai dan urusan raknyat serta misi menyejahterakan rakyat terabaikan atau bahkan terlupakan. Sehingga janji manis yang telah terucapkan hanyalah sebagai lagu yang indah saat kampanye  dan akan hilang ditelan masa. Dan akan bangkit lagi lagu kenangan itu saat akan pemilihan anggota dewan dimulai.
Masalah agama dan beberapa aliran belum terselesaikan dengan tuntas. Sudah muncul masalah baru dengan adanya tindak kekerasan dari beberapa anggota, simpatisan  dan lain-lain. Beberapa oknum-oknum tertentu berdiri dibelakang yang bermasalah. Belum lagi beberapa LSM juga tidak ketinggalan untuk memelihara kambing hitam. Sehingga masalah tak terselesaikan sebagaimana dikehendaki tapi malah melebar ke berbagai ranah yang semestinya tidak perlu.
Masalah keadilan para pejuang dan janda pensiunan malah di adili. Bahkan barusan para kativis tersebut mengadukan pada Patung Jendral Besar Sudirman .Ini menunjukkan kerja para pejabat yang berwenang yang belum tuntas, atau belum memenuhi kata adil secara normal.Mau Mengadu ke mana lagi orang-orang ini?
Energi kita habis bukan untuk memajukan bangsa dan negara tapi habis dalam pementasan drama kambing hitam. Sampai kapan saling salah menyalahkan berhenti , mengomentari, merasa benar sendiri berhenti? Masyarakat telah lelah melihat pementasan drama dengan judul “kambing hitam”. Berhentilah memelihara kambing hitam dan berusahalah membasmi wabah penyakit kambing hitam dalam segala bentuk kegiatan dan bencana apapun. Penulis yakin Tuhan akan memberikan jalan bagi orang yang tidak mempersulit sesamanya. Amiiin.